A. PENDAHULUAN
Pendidikan di SD/MI bertujuan untuk meletakkan dasar-dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Tujuan itu diharapkan
dapat dicapai melalui berbagai mata pelajaran seperti yang tercantum
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Salah satunya melalui Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia.
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SD/MI diharapkan dapat menanamkan
dasar-dasar keterampilan (1) menyimak, berbicara, membaca, dan menulis;
(2) berpikir logis, kritis, dan kreatif; (3) berkomunikasi secara jelas
dan santun; serta (4) memiliki kegemaran membaca dan menulis.
Dasar-dasar keterampilan tersebut, selain dapat menunjang keberhasilan
peserta didik dalam mempelajari semua mata pelajaran di sekolah, juga
memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan
emosional peserta didik. Untuk memenuhi harapan tersebut diperlukan
suasana belajar yang kondusif.
Lingkungan kelas sebagai lingkungan belajar memiliki peranan penting
dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif. Keberagaman sumber
belajar, keberadaan sudut baca, dan ketersediaan pajangan sebagai media
komunikasi, serta pemanfaatannya yang dinamis merupakan ciri
keberhasilan penataan lingkungan kelas yang menyenangkan. Tetu saja
kebersihan, sirkulasi udara, pencahayaan, dan pengaturan tempat duduk
merupakan ciri lainnya yang perlu diupayakan. Lingkungan kelas yang
menyenangkan akan memotivasi peserta didik untuk senang belajar sehingga
memungkinkan aktivitas dan kreativitasnya meningkat.
Dalam hubungannya dengan pembelajaran bahasa Indonesia SD/MI,
keberadaan sudut baca dan pajangan memiliki peranan penting. Adanya
sudut baca yang kaya akan media kebahasaan diharapkan dapat memupuk
kegemaran membaca; dan adanya media pajangan diharapkan bisa menjadi
ajang kompetisi peserta didik untuk mengkomunikasikan tulisan-tulisan
terbaiknya sehingga mereka termotivasi untuk menulis lebih baik lagi.
Pembelajaran bahasa Indonesia di SD/MI pada dasarnya merupakan usaha
guru untuk membantu peserta didik tumbuh menjadi literat. Seseorang
disebut literat apabila ia memiliki pengetahuan untuk digunakan dalam
aktivitas yang menuntut keterampilan membaca, menulis, dan arithmetic;
dan pengetahuan yang diperolehnya melalui aktivitas itu dimanfaatkan
untuk dirinya sendiri dan perkembangan masyarakatnya (UNESCO dalam
Baynhan, 1995:2).
Hasil pengamatan di beberapa SD/MI Kota Malang menunjukkan pengelolaan
sudut baca dan pajangan cenderung statis dan kurang terawat. Diduga,
begitu juga di tempat lainnya di Indonesia. Fenomena itu cukup
merisaukan karena menjauh dari upaya menumbuhkan kegemaran membaca dan
menulis yang diyakini dapat menumbuhkan kreativitas dan berpotensi
membangun karakter anak bangsa. Bagaimana sebaiknya sudut baca dan
pajangan dikelola?
B. PRINSIP BIMBINGAN PENGEMBANGAN LITERASI
Ada tiga prinsip bimbingan dalam rangka membatu peserta didik SD/MI
tumbuh menjadi leterat, yaitu (1) motivasi, (2) pembelajaran
membaca-menulis terpadu, dan (3) membaca-menulis mandiri (Cooper,
1993:30). Tiga prinsip itu merupakan komponen-komponen yang saling
menunjang, yang perlu dikembangkan secara dinamis dan berkelanjutan.
Prinsip motivasi dibangun oleh (a) lingkungan kelas yang literat, (b) sikap positif guru, dan (c) partisipasi orang tua siswa.
Lingkungan kelas yang literat adalah
lingkungan kelas yang kaya akan media kebahasaan. Hal itu ditandai oleh
adanya perpustakaan kelas yang dikenal dengan istilah sudut baca.
Penataan isinya bisa berbeda-beda antara kelas yang satu dengan yang
lainnya bergantung pada kemauan, kemampuan, dan kreativitas
masing-masing. Diharapkan, keterbatasan tempat tidak perlu menyurutkan
dedikasi warga kelas untuk menciptakan lingkungan kelas yang literat.
Sikap positif guru ditandai oleh keantusiasan
dan keyakinannya akan potensi peserta didiknya. Guru yang antusias
menyikapi aktivitas membaca dan menulis peserta didik akan memotivasi
keberhasilan pembelajarannya. Begitu juga guru yang yakin bahwa peserta
didiknya dapat belajar dan berbagi pengalaman dengan temannya. Sikap
positif guru akan menumbuhkan harapan bagi peserta didik untuk mencapai
keberhasilannya.
Motivasi yang dibangun oleh partisipasi orang tua siswa
diciptakan melalui kemitraan yang bersifat kolaboratif. Dalam kemitraan
kolaboratif, sekolah dan orang tua siswa bersama-sama terlibat dalam
tahap-tahap kegiatan, mulai dari perencanaan sampai dengan monitoring
dan evaluasinya. Dalam hal membantu peserta didik untuk tumbuh menjadi
literat, guru kelas dan orang tua siswa sebaiknya bersama-sama
mengusahakan terwujudnya sudut baca untuk memotivasi agar anak-anaknya
gemar membaca. Selain itu, orang tua siswa dapat juga berperan sebagai
mitra baca yang membantu meningkatkan kemampuan menulis putra-putrinya. Prinsip pembelajaran membaca-menulis terpadu dilandasi oleh lima alasan penting (Cooper, 1993:401), sebagai berikut.
- Membaca dan menulis sama-sama merupakan proses membangun makna. Kesamaan antara pembaca dan penulis sebagai pembangun makna merujuk pada empat proses perannya, yakni sama-sama sebagai perencana, penyusun, pengedit, dan pemonitor.
- Membaca dan menulis meliputi pengetahuan dan proses yang sama. Membaca dan menulis diajarkan bersama karena keduanya berkembang bersama secara alami. Membaca dan menulis saling berbagi proses dan tipe pengetahuan yang sama. Ada hubungan yang signifikan antara keterampilan membaca dan menulis.
- Pembelajaran membaca dan menulis secara bersama meningkatkan prestasi. Menulis menggiring pada peningkatan prestasi membaca, membaca menggiring pada penampilan tulisan yang lebih baik, dan kombinasi pembelajaran keduanya menggiring pada peningkatan kemampuan membaca dan menulis.
- Membaca dan menulis bersama membantu perkembangan komunikasi. Membaca dan menulis bukan hanya keterampilan untuk dipelajari agar mendapatkan nilai tes prestasi lebih baik, tetapi prosesnya itulah yang menolong untuk dapat berkomunikasi secara efektif. Sejak komunikasi dan belajar dianggap sebagai proses sosial, pembelajaran membaca dan menulis bersama mempunyai banyak manfaat sosial. Penggabungan itu memungkinkan siswa berpartisipasi dalam proses komunikasi dan hasilnya lebih banyak memetik nilai-nilai makna literasi.
- Kombinasi membaca dan menulis menggiring pada hasil yang bukan diakibatkan oleh salah satu prosesnya. Suatu elemen penting dari pembelajaran literasi secara umum adalah berpikir. Dalam kombinasi pembelajaran membaca dan menulis, para siswa diajak pada berbagi pengalaman yang menuntun pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Sejak berpikir merupakan elemen pembangun makna secara kritis, kelas yang aktif membantu siswa dalam membangun makna melalui membaca dan menulis akan menghasilkan pemikir yang lebih baik.
Prinsip membaca dan menulis mandiri dilandasi oleh hasil penelitian Center for the Study of Reading
(dalam Cooper, 1993:56) yang menunjukkan bahwa membaca mandiri
memperhalus membaca pemahaman, menguntungkan siswa memperluas skemata,
memperkaya kosakata, dan menumbuhkan sikap membaca sebagai aktivitas
belajar seumur hidup. Menulis mandiri juga penting untuk pengembangan
kecakapan siswa dalam menggunakan tata bahasa dan ejaan (Hillocks,
1987). Aktivitas membaca dan menulis mandiri menunjang proses perluasan
pengalaman autentik sebagai konsep dasar belajar literasi secara
menyeluruh.
Pengelolaan sudut baca dan pajangan yang dinamis, yang diselenggarakan
oleh segenap warga kelas dan partisipasi orang tua siswa, diyakini dapat
menumbuhkan kreativitas dan berpotensi membangun karakter anak
bangsa. Cepat atau lambat, peserta didik akan memiliki dasar keyakinan
mengenai pentingnya kegemaran membaca dan menulis. Sumber daya manusia
seperti itulah yang diperlukan oleh bangsa kita, dulu, sekarang, dan
yang akan datang. Hanya di tangan orang-orang yang memiliki kemampuan
membaca dan menulislah berbagai informasi mengenai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) bisa diolah dan dikomunikasikan lagi
untuk kemaslahatan bangsanya.
C. PENTINGNYA PEDOMAN PENGELOLAAN
Dari hasil kajian pustaka dapat dipetik beberapa asumsi yang
mengantarkan pada pentingnya pedoman pengembangan sudut baca,
pajangan, dan kemitraan sekolah dan orang tua siswa.
- Perkembangan literasi siswa SD/MI dibangun oleh komponen motivasi, pembelajaran membaca-menulis terpadu, dan membaca-menulis mandiri.
- Motivasi siswa SD/MI untuk gemar membaca dan menulis dibangun oleh lingkungan kelas yang kaya media kebahasaan.
- Media kebahasaan berupa sudut baca dan pajangan yang ditunjang oleh partisipasi orang tua murid dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk perkembangan kemampuan literasi peserta didik di SD/MI.
- Adanya “Pedoman Pengelolaan Sudut Baca, Pajangan, dan Partisipasi Orang Tua Siswa untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD”dapat membantu guru meningkatkan motivasi peserta didik untuk gemar membaca dan menulis lebih baik lagi.
Pedoman pengelolaan sudut baca dan pajangan diperlukan dengan tujuan sebagai berikut.
- Memberikan pegangan, petunjuk, atau arahan kepada guru kelas SD/MI mengenai pengelolaan sudut baca dalam hubungannya dengan pembinaan kegemaran membaca dan kemampuan menulis peserta didik.
- Memberikan pegangan, petunjuk, atau arahan kepada guru kelas SD/MI mengenai pengelolaan pajangan sebagai ajang kompetisi untuk mengkomunikasikan karya-karya terbaik peserta didik agar mereka termotivasi untuk berkarya lebih baik lagi.
- Memberikan pegangan, petunjuk, atau arahan kepada guru kelas SD/MI mengenai pengelolaan kemitraan sekolah, tepatnya warga kelas dengan orang tua siswa dalam rangka meningkatkan kegemaran membaca dan keterampilan menulis peserta didik, serta motivasi mereka untuk mempublikasikan karya-karya terbaiknya.
Pedoman pengelolaan sudut baca, pajangan, dan kemitraan sekolah dan
orang tua siswa itu diharapkan bermanfaat bagi para guru, kepala
sekolah, orang tua siswa, dosen/Program PGSD, peneliti, dan kemajuan
bangsa.
Bagi guru, diharapkan dapat dijadikan pegangan, petunjuk, atau arahan
untuk menciptakan lingkungan kelas yang kaya akan media kebahasaan dalam
rangka membantu siswa tumbuh menjadi literat. Bagi kepala sekolah,
diharapkan dapat dijadikan sebagai alat evaluasi untuk memonitor
perkembangan sudut baca dan pajangan yang diupayakan oleh para guru di
kelasnya. Bagi orang tua siswa, diharapkan dapat dijadikan pegangan,
petunjuk, atau arahan untuk terlibat aktif bekerja sama dengan para guru
dalam membina kemampuan literasi anak-anaknya. Bagi dosen PGSD,
khususnya yang membina matakuliah Pendidikan Bahasa Indonesia, hasil
penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan untuk membenahi
strategi perkuliahannya. Bagi para peneliti, khususnya yang menekuni
bidang pembelajaran membaca dan menulis di SD, diharapkan dapat
memberikan sumbangan konseptual sebagai landasan penelitian lebih
lanjut. Bagi kemajuan bangsa, terlaksanya pembelajaran membaca dan
menulis di SD yang berkualitas, yang mendasari kemampuan anak-anak ke
arah terciptanya warga negara yang literat, jelas akan sangat
bermanfaat. Diharapkan, melalui tangan mereka kelak, informasi-informasi
dari berbagai media akan diserap dan diolah menjadi ilmu pengetahuan
yang bernilai tinggi untuk kemajuan bangsanya.
D. PENGELOLAAN SUDUT BACA, PAJANGAN, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT
Hasil studi pendahuluan dari penelitian pengembangan Gipayana (2011) tentang “Pengembangan Pedoman
Pengelolaan Sudut Baca, Pajangan, dan Partisipasi Orang Tua Siswa untuk
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD” memberikan catatan sebagai berikut.
Pengelolaan Sudut Baca
Produk legislasi yang menaungi eksistensi perpustakaan adalah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan. Dalam undang-undang tersebut tidak ada istilah
perpustakaan kelas atau sudut baca. Di situ hanya disebutkan lima jenis
perpustakaan, yaitu (1) perpustakaan nasional, (2) perpustakaan umum,
(3) perpustakaan khusus, (4) perpustakaan sekolah/madrasah,
dan (5) perpustakaan perguruan tinggi (Bab VII Pasal 20) (cetak tebal
dari peneliti).
Tentu saja perpustakaan sekolah/madrasah berbeda dengan perpustakaan
kelas atau sudut baca. Istilah perpustakaan sekolah/madrasah lahir
secara formal tersurat dalam produk undang-undang seperti dikutip di
atas, sedangkan istilah perpustakaan kelas atau sudut baca lahir dari
kebutuhan para guru akan media kebahasaan sebagai bagian integral dalam
pembelajaran di kelas. Keduanya sama-sama berada di sekolah namun
lingkupnya berbeda. Sesuai dengan namanya, perpustakaan sekolah/madrasah
ada di lingkup sekolah, perpustakaan kelas atau sudut baca ada di
lingkup kelas.
Hasil adaptasi dari “Panduan Perpustakaan Sekolah” yang dikeluarkan oleh
Perpustakaan Nasional RI (2006) mengisyaratkan bahwa profil,
pengelolaan, dan pemanfaatan sudut baca yang dinamis ditandai oleh
indikator (1) lokasi, (2) pendanaan, (3) media kebahasaan, (4) sumber
daya warga kelas, (5) organisasi pengelola, dan (6) pemanfaatan.
Lokasi perpustakaan kelas pada umumnya ditempatkan di salah satu sudut
kelas. Oleh sebab itu, tepat jika perpustakaan kelas dipopulerkan dengan
istilah sudut baca di sekolah-sekolah. Agar perpustakan kelas menarik
dan berhasil meningkatkan minat baca siswa, maka diperlukan usaha
bersama seluruh warga kelas untuk berperan aktif menata sudut baca di
kelasnya. Idealnya lokasi sudut baca itu ditata dengan baik agar
pengguna merasa nyaman dan aman dari gangguan tangan usil dan polusi.
Pendanaan diperlukan untuk membiayai pengelolaan perpustakaan kelas
dengan berbagai dinamikanya. Dana diperlukan untuk memelihara
kenyamanan, keamanan, dan untuk memperkaya media kebahasaan. Sumber dana
bisa dialokasikan dari anggaran rutin sekolah, dari partisipasi orang
tua siswa, dan atau dari sumber lainnya yang sah. Sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 47 tahun 2007 tentang Perpustakaan, sekolah
sebenarnya mempunyai kewajiban menyediakan 5% dari anggaran belanja
sekolah untuk mengembangkan koleksi perpustakaan.
Media kebahasaan sebagai isi sudut baca hendaknya menjadi daya tarik
utama bagi warga kelas. Hasil penelitian Gipayana (2002) menunjukkan
bahwa siswa SD sebenarnya haus akan bacaan. Motivasi membaca mereka
tinggi apabila berhadapan dengan buku-buku atau teks tulis yang
terbarukan dan isinya sesuai dengan perkembangan usianya. Hasil
penelitian itu merekomendarikan agar media kebahasaan yang terbarukan
menjadi prioritas pengembangan sudut baca di sekolah.
Sumber daya warga kelas perlu terus dimotivasi agar tetap menjaga rasa
saling menyayangi, menghormati, menghargai, dan melindungi sehingga
terbentuk model interaksi yang sehat. Jika itu terbentuk, kelas akan
terkendali, ada toleransi, dan ada sinergi antarkomunitasnya. Itu
merupakan energi luar biasa yang akan menciptakan sebuah tim kerja yang
bergerak dan bekerja untuk mewujudkah harapannya. Ciri yang menonjol
pada warga kelas sebagai sebuah tim kerja adalah kesadaran akan perlunya
visi kelas.
Organisasi pengelola diperlukan untuk menghidupkan roda perkembangan
sudut baca di kelasnya. Untuk itu perlu ada personalia, program kerja,
dan tata tertib guna mendisiplinkan seluruh warga kelas sebagai
pengguna. Di lapangan, pada umumnya sudut baca dikelola oleh guru
kelas. Dalam pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh siswa. Pelibatan
siswa dalam mengelola sudut baca dipandang penting agar mereka belajar
dan tumbuh rasa memiliki.
Personalia pengelola sudut baca bisa juga sepenuhnya ditangani siswa.
Mereka dipilih secara demokratis oleh warga kelas. Tetapi jika belum
terbentuk interaksi yang sehat antarwarga kelas, bisa juga ditunjuk
langsung oleh guru. Programnya diarahkan pada penataan lokasi, pengadaan
media kebahasaan yang terbarukan, dan kerjasama dengan orang tua murid.
Asumsinya, sudut baca yang dikelola dengan baik dapat memacu
perkembangan kemampuan literacy siswa di sekolah. Sudut baca sebagai
sumber belajar, sebagai sumber informasi, dan sebagai sarana rekreasi
artistik melalui media kebahasaan yang terbarukan dapat memotivasi siswa
untuk gemar membaca (Gipayana, 2010). Agar sudut baca tetap survive
menjaga motivasi siswa untuk gemar membaca dan menulis, maka diperlukan
partisipasi masyarakat melalui peran orang tua siswa.
Pemanfaatan adalah indikator penting dari profil perpustakaan kelas yang
dinamis. Perpustakaan kelas dibuat bukan saja untuk mengisi waktu luang
siswa, tetapi lebih penting dari itu adalah pemanfaatannya sebagai
bagian integral dalam pembelajaran di kelas. Banyak hal yang bisa
dilakukan oleh guru, terutama guru bahasa Indonesia dalam rangka
membantu siswa agar tumbuh menjadi literat. Untuk itu, sudut baca perlu
ditata dengan baik agar menarik siswa untuk memanfaatkannya. Agar
menarik, buku-buku dan media kebahasaan lainnya perlu dipajang di dalam
rak yang sesuai dengan kondisi kelas dengan memperhatikan keindahan.
Agar siswa bisa duduk nyaman, perlu juga disediakan karpet dan meja agak
pendek untuk kegiatan membaca dan menulis. Sebagai bagian integral
dalam pembelajaran di kelas, sudut baca merupakan media otentik yang
perlu terus dikembangkan dengan media kebahasaan yang terbarukan agar
penggunanya tidak bosan.
Pengelolaan Pajangan
Adanya pajangan di kelas merupakan indikator bahwa kelas itu menerapkan
Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) dengan
sungguh-sungguh (USAID. 2006). Dengan desain PAKEM siswa belajar melalui
berbuat sehingga menghasilkan banyak karya. Karya-karya itu selanjutnya
dikomunikasikan secara visual di sekeliling kelas, yang kemudian
dipolulerkan dengan istilah pajangan. Jadi, pada hakikatnya pajangan
adalah wujud pengkomunikasian hasil belajar siswa di kelas itu. Tentu
saja harus jelas tujuan dan manfaatnya.
Tujuan utama pajangan adalah memotivasi siswa di kelas agar
berlomba-lomba menghasilkan karya-karya terbaiknya. Manfaatnya bagi
siswa, pajangan merupakan sarana untuk memamerkan atau mengkomunikasikan
hasil pekerjaannya, baik berupa tulisan, gambar, atau karya kreatif
lainnya, secara sistematis. Adanya pajangan diharapkan dapat memperkaya
media kebahasaan di kelas. Adanya pajangan diharapkan juga dapat
membuat kelas menjadi lebih menarik. Jika harapan itu terwujud, maka
pajangan akan juga bermanfaat sebagai sumber inspirasi bagi siswa itu
sendiri untuk mengembangkan kreativitasnya. Para siswa akan saling
membaca pekerjaan terbaik temannya, saling menghargai, dan saling
memberi respon untuk meningkatkan kualitas belajarnya.
Agar pajangan memberi manfaat yang signifikan terhadap perkembangan
belajar siswa, materi pajangan yang dimuat sebaiknya dipilih secara
cermat. Hasil pekerjaan siswa, seperti karangan, cerita pengalaman,
puisi, laporan, gambar, atau hasil pekerjaan lainnya yang terbaik dan
menarik sebaiknya dipajang. Tidak tertutup kemungkinan, dengan tujuan
tertentu, hasil pekerjaan siswa yang kurang baik sengaja dipajang untuk
memotivasi mereka. Tetapi hasil-hasil belajar siswa yang bersifat rutin,
seperti Lembar Kerja Siswa (LKS), hasil ulangan, dan sejenisnya
sebaiknya dimasukkan saja ke dalam portofolio siswa, tidak perlu
dipajang.
Teknis pemajangan hasil pekerjaan siswa sebaiknya di tempat yang tidak
terlalu tinggi agar mudah dilihat atau dibaca siswa. Materi pajangan
hendaknya dalam keadaan bersih, rapih, dan menarik. Cara pemajangannya
bisa ditempel di dinding, digantung di langit-langit ruangan, atau
diatur di atas meja pamer. Pajangan harus diganti bila sudah tidak
menarik lagi, kotor, atau sudah tidak sesuai lagi dengan topik
pembelajaran. Agar pajangan tertata rapi dan menarik, sekolah perlu
menyediakan bahan dan alat-alat, seperti kertas, alat tulis, lem, paku,
dsb. Sebagai catatan, tempat pajangan tidak perlu dikhususkan atau
diberi label mata pelajaran tertentu.
Asumsinya, pajangan yang dikelola dengan baik dapat memacu
perkembangan kemampuan literacy siswa di sekolah. Agar pajangan di
kelas tetap survive menjaga motivasi siswa untuk gemar membaca dan menulis, maka secara periodik perlu diperbarui.
Kemitraan Sekolah dan Orang Tua Siswa
Dalam konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), peran orang tua siswa
merupakan mitra sejajar yang ikut terlibat secara aktif memikirkan
kemajuan sekolah putra-putrinya. Kemitraan itu, antara lain dalam hal
(1) perencanaan kegiatan, (2) pemenuhan kekurangan guru, (4)
peningkatan mutu pembelajaran, kinerja guru, dan prestasi siswa; serta
(5) pendanaannya (USAID. 2006). Peran itu perlu dikelola dan
dimanfaatkan secara maksimal.
Hubungan orang tua dengan sekolah hendaknya tidak sebatas partisipasi,
tetapi didasari oleh kemitraan yang bersifat kolaboratif. Dalam hubungan
yang bersifat partisipatif, peran orang tua siswa sebatas partisipan
dan inisiatornya adalah pihak sekolah. Dalam hubungan kemitraan yang
bersifat kolaboratif, peran orang tua siswa dan sekolah bersinergi
secara sistemik, terpadu, dan bersama-sama terlibat dalam tahap-tahap
kegiatan, mulai dari perencanaan sampai dengan monitoring dan
evaluasinya.
Kemitraan orang tua siswa dengan sekolah bisa meliputi berbagai
kegiatan, termasuk kegiatan sudut baca dan pajangan di sekolah.
Keterlibatan orang tua siswa dalam kegiatan sudut baca dan pajangan
sangat diperlukan untuk mengatasi rendahnya keterampilan membaca dan
menulis peserta didik. Hasil studi International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA)
di Asia Timur (2006) menunjukkan keterampilan membaca siswa SD berada
pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD di
Indonesia adalah 51,7. Sebagai perbadingan, Hongkong rata-rata = 75,5;
Singapura = 74,0; Thailand = 65,1; dan Filipina = 52,6. Hasil
penelitian itu menyimpulkan bahwa anak-anak Indonesia hanya mampu
menguasai 30% materi bacaan. Mereka sulit sekali menjawab soal-soal
berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Rekor itu tampaknya masih
bertahan karena dari data kementrian Pendidikan Nasional, hingga tahun
2011, ada 55,39% SD tanpa perpustakaan. Dari 143.437 SD, sebanyak 79.445
tanpa perpustakaan (Kompas, Maret 2011).
Kemitraan orang tua siswa dan sekolah akan terjaga apabila masing-masing
pihak memahami benar peranannya. Untuk itu diperlukan komunikasi
harmonis yang berbasis pembelajaran. Untuk kegiatan sudut baca dan
pajangan, targetnya harus lebih pada pengembangan media kebahasaan yang
terbarukan dan kerjasama dalam meningkatkan kegemaran membaca dan
kemampuan menulis siswa.
Agar orang tua siswa terlibat secara berkolaborasi dalam pengembangan
sudut baca dan pajangan, diperlukan langkah sebagai berikut.
- Undang orang tua siswa dalam sebuah diskusi mengenai penyelenggaraan sudut baca dan pajangan sebagai program kelas.
- Guru kelas menjelaskan pentingnya sudut baca dan pajangan, menyajikan keadaan dan capaian kegiatannya selama ini, serta memaparkan program pengembangan selanjutnya. Orang tua siswa diminta memberikan responsnya.
- Jelaskan lebih dalam lagi mengenai penting program sudut baca dan pajangan di kelas sebagai upaya meningkatkan kegemaran membaca dan kemampuan menulis siswa.
- Jelaskan keterlibatan yang diharapkan dari orang tua siswa dalam program sudut baca dan pajangan, serta peran-peran yang bisa diambil untuk meningkatkan kegemaran membaca dan kemampuan menulis anak-anaknya. Dengan pemahaman yang benar tentang konsep sudut baca dan pajangan, perlahan-lahan orang tua siswa akan bersikap positif dan ikut bertanggung-jawab terhadap perkembangannya.
- Agar orang tua siswa percaya dan memberikan dukungan, maka manajemen kelas harus terbuka. Guru kelas secara transparan menjelaskan tentang profil, pengelolaan, dan pemanfaatan sudut baca dan pajangan, serta pendanaannya.
Teknik melibatkan orang tua siswa dalam pengembangan sudut baca dan
pajangan, misalnya dengan membentuk kelompok “sahabat sudut baca dan
pajangan”. Kelompok ini diharapkan dapat menyediakan dana ekstra untuk
membantu mensponsori kegiatan-kegiatan kebahasaan yang menunjang
aktivitas sudut baca dan pajangan. Dalam pemanfatannya, orang tua siswa
bisa mengambil peran sebagai motivator kegiatan membaca anak-anak mereka
di rumah. Orang tua siswa juga bisa mengambil peran dalam kelompok
diskusi bacaan bersama anak-anak mereka di sekolah. Keterlibatan orang
tua siswa seperti itu menunjukkan adanya kemitraan yang bersifat
kolaboratif dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran dan prestasi
siswa.
E. INSTRUMEN PENILAIAN
Kajian mengenai profil, pengelolaan, dan pemanfaatan sudut baca,
pajangan, dan partisipasi orang tua siswa, mengantarkan pada gambaran
ideal yang diharapkan dari ketiganya.
Gambaran sudut baca yang ideal terdeskripsikan dalam komponen (1) profil
sudut baca, (2) pendanaan, (3) media kebahasaan, (4) visi, misi,
hubungan antarsiswa, (5) organisasi pengelola, dan (6) pemanfaatan sudut
baca. Gambaran pajangan yang ideal terdeskripsikan dalam komponen (1)
profil pajangan, (2) pendanaan, (3) media kebahasaan, (4) visi, misi,
dan hubungan antarsiswa, (5) organisasi pengelola, dan (6) pemanfaatan
pajangan. Gambaran partisipasi orang tua siswa yang ideal
terdeskripsikan dalam komponen (1) profil partisipasi orang tua siswa,
(2) kemitraan sekolah dan orang tua siswa, (3) peran sekolah, dan (4)
peran orang tua siswa.
Agar perkembangan sudut baca, pajangan, dan partisipasi orang tua siswa
dapat diawasi dengan baik, maka diperlukan instrumen-instrumen penilaian
yang bersifat deskriptif dan menuntun (guide). Tujuannya untuk
memotret profil, pengelolaan, dan pemanfaatannya sehingga membuka jalan
untuk menemukan terapinya jika diperlukan. Dikatakan bersifat menuntun
karena pernyataan-pernyataan pada setiap indikatornya dibuat mengarah
pada pengelolaan sudut baca, pajangan, dan kemitraan sekolah dan orang
tua siswa. Instrumen-instrumen tersebut dimuat dalam draf pedoman.
Untuk memonitor keberadaan sudut baca, pajangan, partisipasi orang tua
siswa, dan pengelolaannya, diperlukan suatu skala penilaian dalam bentuk
deskriptif dan menuntun (guide). Maksudnya,
pernyataan-pernyataan dalam instrumen penilaian yang menjadi ciri
subyek-observasi dibuat mengarah pada penggambaran profil, pengelolaan,
dan pemanfaatan; dan substansinya menuntun ke arah pengembangan sudut
baca, pajangan, dan partisipasi orang tua siswa yang diharapkan dapat
memupuk kegemaran membaca dan keterampilan menulis peserta didik.
Instrumen tersebut meliputi (1) instrumen penilaian sudut baca, (2)
instrumen penilaian pajangan, dan (3) instrumen penilaian partisipasi
orang tua siswa.
F. PENUTUP
Dari uraian di atas dapat ditegaskan kembali sebagai berikut. Pertama,
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SD/MI diharapkan dapat menanamkan
dasar-dasar keterampilan (1) menyimak, berbicara, membaca, dan menulis;
(2) berpikir logis, kritis, dan kreatif; (3) berkomunikasi secara jelas
dan santun; dan (4) menanamkan kegemaran membaca dan menulis peserta
didik.
Kedua, ada tiga prinsip bimbingan dalam rangka membatu siswa
tumbuh menjadi literat, yaitu (1) motivasi, (2) pembelajaran
membaca-menulis terpadu, dan (3) membaca-menulis mandiri. Prinsip
motivasi dibangun oleh lingkungan kelas yang kaya akan media kebahasaan,
sikap positif guru, dan partisipasi orang tua siswa. Oleh sebab itu,
sudut baca hendaknya lahir dari kebutuhan guru akan media kebahasaan
sebagai bagian integral dalam pembelajaran di kelas. Pajangan hendaknya
lahir dari kesungguhan diterapkannya PAKEM untuk menumbuhkan kreativitas
siswa. Untuk menghidupkan sudut baca dan pajangan diperlukan peran
orang tua siswa sebagai mitra sejajar yang ikut terlibat secara aktif
memikirkan kemampuan literasi putra-putrinya.
Ketiga, hasil studi pendahuluan dari penelitian pengembangan
Gipayana (2011) perlu ditindaklanjuti mengingat produk finalnya sangat
ditunggu, baik oleh para guru, kepala sekolah, orang tua siswa, maupun
dosen/Program PGSD. Target penelitian selanjutnya hendaknya menghasilkan
produk final, berupa (1) pedoman pengembangan dan pengelolaan sudut
baca, pajangan, dan partisipasi orang tua siswa di SD; (2) perangkat
bahan ajar bahasa Indonesia SD yang tidak bias gender sebagai muatan
sudut baca dan pajangan; dan (3) model-model pembelajaran bahasa
Indonesia yang bermakna untuk membangun karakter siswa SD yang gemar
membaca dan terampil menulis dalam bahasa Indonesia.
Keempat, terciptanya kelas yang kaya akan media kebahasaan dan
terlaksananya pembelajaran membaca dan menulis yang berkualitas di SD
akan mendasari kemampuan anak-anak ke arah terciptanya warga negara
yang literat. Oleh sebab itu, kegemaran membaca dan menulis seyogianya
ditanamkan secara serius sejak usia SD. Diharapkan, melalui
tangan-tangan mereka kelak, informasi-informasi dari berbagai media
akan diserap dan diolah menjadi ilmu pengetahuan yang bernilai tinggi
untuk kemajuan bangsanya. Kemampuan literasi layak dibidik sebagai
karakter anak bangsa yang perlu dikembangkan.
DAFTAR RUJUKAN
- Baynhan, M. (1995). Literacy Practices: Investigation Literacy in Sicial Context. United Kingdom: Longman Group limited. 1995:2.
- Perpustakaan Surabaya. (2009). Pengembangan Budaya Baca Melalui Libraries di Kota Surabaya sebagai Upaya Membangun Kota yang Berkarakter Positif dan Manusiawi untuk Mendukung Demokracy. Surabaya: Badan Arsip dan Perpustakaan.
- Cooper, J.D. (1993). Literacy: Helping Children Construct Meaning. Boston Toronto: Hougton Miffin Company.
- Gipayana. M. (2002). Pengajaran Literasi dan Penilaian Portofolio dalam Pembelajaran Menulis di SD. Disertasi pada Program Pascasarjana UPI. Bamdung: tidak diterbitkan.
- Gipayana, M. (2010). Pengajaran Literasi Fokus Menulis di SD/MI. Malang: Asih Asah Asuh.
- Gipayana, M. (2011). Pengembangan Pedoman Sudut Baca, Pajangan, dan Partisipasi Orang Tua Siswa (SBPPO) untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran Membaca dan Menulis di Sekolah Dasar. Malang: Lembaga Penelitian UM, tidak diterbitkan.
- Hillocks, G., Jr. (1987). Synthesis of Research on Teaching Writing. Educational Leadership, 45. Hal. 71?82.
- Kompas. Maret 2011. Perlu Inisiatif Kembangkan Perpustakaan. Hlm.12.
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
- Panduan Perpustakaan Sekolah.(2006). Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
- Pedoman Pembinaan Minat Baca. (2002). Jakarta: Perpustakaan nasional RI.
- USAID. 2006. Asyik Belajar dengan PAKEM: Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar dan Sekolah menengah Pertama. Jakarta: Program MBE.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Tulisan oleh: Muhana Gipayana, Universitas Negeri Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar